Kades Gersik Putih Dilema Masalah Hukum, Milyaran Dana Desa Lenyap Bak Ditelan Bumi

SUMENEP | JATIM, suaramedia.id – Polres Sumenep mulai mendalami laporan dugaan mark up pembelian kapal tongkang oleh Kades Gresik Putih dan manipulasi laporan keuangan pengelolaan BUMDES yang mempunyai bidang usaha angkutan penyeberangan di Pelabuhan Rakyat Gresik Putih Kecamatan Gapura.

Ketua DPC Lembaga Independent Pengawas Keuangan (LIPK) Sumenep, Sayfidin kepada suaramedia.id pada Sabtu (21/11), menjelaskan perubahan tarif penyeberangan kapal Putih yang dilakukan secara sepihak oleh Kades.

“Sejak akhir tahun 2017 kapal tersebut dioperasikan oleh Kepala Desa di Pelabuhan Kalianget Gersik Putih dengan tarif Rp 5.000,- perorang/sepeda motor. Kemudian pada bulan Mei 2019 pengelolaan Kapal Tongkang tersebut diserahkan ke BUMDes Gersik Putih oleh Kepala Desa dengan tarif yang sama Rp.5000 tanpa tiket. Kemudian pada bulan November 2020 tarif berubah menjadi Rp. 2.900 dengan memakai tiket”, ujar dia.

Menurut Syaifidin hasil pendapatan dari kapal tongkang tersebut tidak menunjukkan adanya peningkatan terhadap PAD Desa Gersik Putih. Padahal, sumber dana pembuatan/pembelian kapal tongkang tersebut, menurutnya, berasal dari Dana Desa. Atas alasan tersebut, LIPK melaporkan Dugaan Korupsi dana Desa ke Polres Sumenep dan beberapa saksi telah dipanggil untuk kelengkapan penyidikan.

“Saya prihatin, hasil pendapatan dari kapal tongkang itu tidak menunjukkan adanya peningkatan terhadap PAD Desa Gersik Putih. Padahal, sumber dana pembeliannya berasal dari Dana Desa. Atas alasan tersebut, kami melaporkan Dugaan Korupsi dana Desa ke Polres Sumenep dan beberapa saksi telah dipanggil untuk kelengkapan penyidikan”, ucap dia.

Menurut Syaifidin seluruh pendapatan asli desa adalah uang negara dan hal ini perlu diperhatikan oleh inspektorat.

“Adanya kasus ini kami sebenarnya akan memberikan pemahaman ke segenap jajaran Kepala Desa terutama Inspektorat/APIP bahwa seluruh Pendapatan Asli Desa adalah uang Negara, yang kami permasalahkan kan baru dari pendapatan kapal tongkang belum lagi dari hasil pengelolaan tanah Kas Desa yang bertahun-tahun Inspektorat tutup mata”. paparnya.

Baca Juga..!  Jadi Sorotan Dewan, Konsultan Pengawas Ungkap Fakta Kerusakan Lapangan Sepak Takraw di Sapeken

Sayfidin menambahkan, Timnya telah berkali-kali melakukan evaluasi dan verifikasi dilapangan dengan cara menghitung pendapatan kapal tongkang dikurangi biaya operasional. Jadi menurutnya, pendapatan kapal tongkang tersebut sebesar 2,5 Milyar pertahun. Jika beroperasi sejak 2017, maka tingggal hitung saja pendapatannya hingga saat ini. Sementara yang dimasukkan ke kas Desa hanya kisaran Rp. 29 juta.

“ Tim kami melakukan investigasi dilapangan, sehingga kami tahu persis dimana jam tertentu ada pasang surut penumpang, dari jam 06.00 s.d. 11.00 kapal penuh kapasitas 22 sepeda motor, dari jam 11.00 s.d. jam 15.00 sepi antara 1 sampai 10 motor dan kami hitung rata-rata di jam tersebut cuma 2 motor, dari jam 15.00-19.30 penumpang penuh, jarak tempuh perjalanan hanya memakan waktu 7 s.d 10 menit. Pertanyaan kami dikemanakan hasilnya ???, hanya Allah yang tahu”, pungkasnya.

(Msr)

Facebook Comments