Tarik Menarik Politik Hukum Mengancam Keberlangsungan Demokrasi

Oleh: Abdul Hamid S. Al Saren

Keadilan hukum hanya simbol tak bermakna dalam Negara demokrasi kita saat ini, dan suara Tuhan adalah suara Rakyat, atau sebaliknya suara Rakyat itu menjadi tangisan Tuhan?

Kita baru saja merayakan kontestasi Pemilu Nasional untuk memilih pemimpin taraf eksekutif dan legislatif. Menghebohkan penetapan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Rabu (20/03) malam mengumumkan kemenangan pasangan calon (Paslon) nomor urut 02, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam pemilihan presiden dan wakil presiden. Prabowo-Gibran meraih perolehan suara terbanyak dengan 96.214.691 alias 58,58% dari total 164.270.475 suara sah.

Akan tetapi hasil perolehan suara tersebut masih belum final dan mengikat, pasalnya selain dari maraknya perdebatan public terhadap keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tersebut, pun kini Tim Hukum Nasional (THN) Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar resmi mendaftarkan gugatan terkait dugaan kecurangan Pilpres 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (21/03). Di susul oleh Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud Md mendaftarkan gugatan ke MK.

Kini sengketa pilpres tidak terasa sudah selesai dipersidangkan di meja hijau Mahkamah Konstitusi, hanya menunggu hitungan jam saja untuk mengetahui hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang bersifat Sifat final and binding bermakna bahwa putusan MK adalah putusan pertama dan terakhir yang tidak ada ruang hukum untuk mengujinya lagi, yang akan di umumkan pada tanggal 22 April 2024.

Terhadap fenomena tersebut penulis berpendapat tidak lepas dari dinamika politik hukum, dan demokrasi yang terjadi saat ini. Maraknya dugaan praktik money politics dalam pemilu tahun 2024 – 2029 ini sangat mengancam roda demokrasi dan kedaulatan rakyat. Siasat politik praktis menghalalkan segala cara untuk mendapatkan dukungan rakyat menjadi syarat dipakai sebagai cara ampuh untuk mendapatkan dukungan dari rakyat. Sehingga memperoleh kemenangan mutlak oleh pasangan calon tertentu. Namun yang menjadi imbasnya adalah rakyat yang kehilangan daya protes untuk lima tahun kedepan atas kebijakan yang mungkin saja tidak pro terhadap rakyat.

Baca Juga..!  Masjid Jami Dr. Suud Alusaywi Menyelenggarakan Sholat Idul Adha 1443 H

Praktek demokrasi yang penuh dengan politik uang menerangkan dengan sangat jelas bahwa prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat tidak betul-betul berjalan sebagaimana mestinya. Kedaulatan rakyat beroperasi hanya pada saat pemilu, dan tidak pada saat selesai pemilu; fase di mana kerja politik-pembangunan mulai dilakukan. Mengapa praktek politik uang marak terjadi dimana-mana? Tidak ada faktor tunggal tentang hal ini. Setidaknya ada beberapa alasan, yaitu: PERTAMA, Secara ekonomi masyarakat kita hidup secara pas-pasan. Ada kesenjangan sosial ekonomi yang cukup besar antara yang kaya (1%) dengan kelas menengah+ kelas miskin (99%). Pemberian uang dalam jumlah yang cukup besar dari banyak kontestan pemilu sangat menolong mereka.

KEDUA, faktor pendidikan dan sumberdaya manusia masyarakat Indonesia umumnya masih tergolong rendah dan masih jauh dibawah standar nilai pendidikan negara-negara lain di dunia, khususnya di kawan asia maupun asia tenggara. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret tahun 2023, menunjukkan, tingkat pendidikan mayoritas penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas terbanyak lulusan SMA / sederajat persentase sebanyak 30,22%., SD/ sederajat, 30, 22 %., SMP/ sederajat, 22, 74 % Perguruan tinggi, 10,15 %, tidak tamat SD, 9,01 %., Tidak / belum sekolah, 3,25 %.

KETIGA secara ekonomi, masyarakat kita hidup secara pas-pasan. Ada kesenjangan sosial ekonomi yang cukup besar antara yang kaya (1%) dengan kelas menengah+ kelas miskin (99%). Pemberian uang dalam jumlah yang cukup besar dari banyak kontestan pemilu sangat menolong mereka.

KEEMPAT Dunia politik kita dipenuhi broker/mafia politik dari kelas teri hingga kakap. Mereka inilah yang sering mengklaim dirinya punya massa, mengondisikan massa itu dengan menjualnya dengan besaran harga tertentu kepada para kontestan yang notabene tidak punya massa yang cukup untuk memenangkan pertarungan. Maraknya money politics dalam pemilu tampaknya untuk sebagian menegaskan kedaulatan rakyat itu. Ternyata, tidak gampang mendapatkan dukungan rakyat. Uang dipakai sebagai cara ampuh untuk mendapatkan dukungan dari rakyat. Selain itu, rakyat bisa juga tidak memilih kembali wakil rakyat yang mengabaikan mereka selama 5 tahun yang sudah berlalu.

Baca Juga..!  Dirikan Posko dan Atur Lalin, Ratusan Polisi Disebar di Titik Lokasi Berdekatan Kebakaran TPA Rawa Kucing

KE- LIMA, Masyarakat kita tidak cukup peduli dengan pentingnya memilih para wakil rakyat yang betul-betul mau berjuang untuk kepentingan mereka. Ini sedikit banyak terjadi karena masyarakat dijadikan sebagai massa mengambang selama orde baru; tidak ikut aktif berpartisipasi dalam berbagai kebijakan publik, dan lebih berperan sebagai penerima pasif keputusan politik yang dibuat penguasa. Jadi, kesadaran politiknya tidak benar-benar mendalam. Kesadaran berpolitik hanya tampak kuat ketika memilih para wakil dan pemimpin di bilik suara. Itu pun setelah disuap dengan uang.

Jadi, demokrasi yang penuh dengan politik uang menerangkan dengan sangat jelas bahwa prinsip kedaulatan rakyat tidak betul-betul berjalan dengan baik dan semestinya. Kedaulatan rakyat beroperasi hanya pada saat pemilu, dan tidak pada saat selesai pemilu; fase di mana kerja politik dan pembangunan mulai dilakukan.

Demokrasi hanya akan berjalan dengan benar bila masyarakat sungguh terlibat dalam pengambilan setiap kebijakan publik. Itu bisa dilakukan melalui para wakilnya. Namun, hal itu tetap hanya menjadi impian jika para wakil terpaksa harus menempuh jalur politik berbiaya tinggi seperti sekarang.

Bagaimana politik uang bisa dihapuskan? Revolusi mental mungkin bisa memberi jawaban, sambil tetap menjaga sistem demokrasi termasuk pengawasan pemilu terus dibenahi agar semakin transparan, jujur, bebas, adil dan menyejahterakan rakyat banyak. Disamping itu hemat penulis ialah kesadar rakyat adalah alat untuk menghentikan laju politik uang yang setiap tahun politiknya kian meningkat. Kesadaran rakyat yang dimaksudkan adalah, masyarakat jangan lagi menggadaikan hak pilihnya lima tahun kedepan lantaran karena iming-iming serangan fajar.

Facebook Comments