Posko Siaga Bencana dan Kepedulian Pemda

Oleh: Suharinomo, SH.

Pendirian posko siaga bencana bisa diartikan sebagai usaha meminimalisir dampak bencana yang merugikan. Posko itu bisa juga menjadi simbol kehadiran pemerintah ditengah rakyatnya yang sedang menghadapi ancaman dampak bencana.

Saya membayangkan, ketika misalnya terjadi hujan deras di wilayah perkotaan, atau dimanapun, para petugas di posko-posko itu akan segera bergerak ke lokasi untuk memeriksa gorong-gorong, atau mengambil sampah yang menyumbat saluran air.

Sayangnya, sampai hari ini tak satupun posko siaga bencana didirikan di wilayah Sumenep. Akibatnya, bisa ditebak. Dampak banjir tak bisa diminimalisir.

Sebut saja banjir yang terjadi beberapa waktu lalu di perkotaan, banjir di areal pertanian di beberapa kecamatan dan yang ‘fenomenal’ terjadi di ponpes Mathlabul Ulum Desa Jambu Kecamatan Lenteng.

Publik tentu saja berhak menanyakan keseriusan pemerintah daerah dalam melaksanakan mitigasi bencana.

Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.

Kata kuncinya adalah mengurangi risiko bencana. Banyak cara sebetulnya. Tapi yang dapat segera dilakukan adalah mendirikan posko siaga bencana, di daratan maupun kepulauan.

Kalau pemerintah daerah berargumen tak ada anggaran, pendirian posko bisa saja diinisiasi pihak swasta, unsur masyarakat atau para relawan. Pemerintah daerah cukup memfasilitasi tempat dan bantuan logistik bagi para petugas. Pemerintah desa dan kelurahan juga bisa dilibatkan.

Kalau hujan deras tak bisa dicegah, maka paling tidak, kesigapan para petugas jaga di posko-posko itu dapat mengurangi resiko luapan air gorong-gorong ke jalan raya atau luapan banjir sungai ke lahan pertanian dan pemukiman.

Baca Juga..!  Bupati Sumenep; Jumlah ODP Di Kabupaten Sumenep Sudah Mengalami Angka Penurunan

Pendirian posko siaga bencana ini paling mudah dilakukan dibanding dengan perbaikan drainase yang memerlukan biaya besar dan yang tak kalah penting, tentu saja, adanya political will dari para pengambil kebijakan.

Intinya, pemerintah daerah melalui instansi terkait harus kelihatan bekerja dan terus mengasah kepekaan dalam membaca potensi bencana yang mengancam harta benda serta jiwa dan raga.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika pada Sabtu (30/1) merilis potensi terjadinya angin kencang di Kecamatan Batuputih, Ambunten, Pasongsongan, Batang-Batang, Dungkek, Nonggunong, Gayam, Raas, Arjasa, Sapeken, dan Kecamatan Kangayan.

Dengan kondisi demikian, saya kira tidak ada alasan untuk menunda-nunda pendirian posko siaga bencana. Paling tidak untuk jangka pendek. Sedangkan untuk jangka panjang, barangkali kita perlu mengkaji ulang persoalan tata kota, tata ruang, pembenahan drainase dan tetek bengek lainnya.

Jika kita tidak mampu memberi makanan kepada rakyat setiap hari, minimal kita dapat melindungi mereka dari dampak bencana.

Ketua Fraksi PAN dan Anggota Komisi IV DPRD Sumenep

Facebook Comments