QUO VADIS KOPERASI INDONESIA

Oleh : Ketua Majlis Pakar Dekopinda Kota Tangerang ( Sopyan Iskandar )

TANGERANG, SUARAMEDIA.idSudah kita ketahui bersama pada tanggal 12 Juli ditetapkan sebagai Hari Koperasi Nasional dalam sebuah Kongres Koperasi pertama di Tasikmalaya Jawa Barat pada tanggal 12 Juli 1947.

Jika melihat rentang waktu yang panjang tersebut, artinya pada tahun 2023 ini adalah peringatan Hari Koperasi Indonesia ke 76 tahun. Namun, situasi kesulitan ekonomi masih melilit dan kondisi pasca pandemi Covid-19, juga tahun 2023 ini merupakan tahun politik yang kadang acara apapun dipolitisir dibumbuin trik intrik politiknya, dalam situasi kondisi ini menyebabkan peringatan itu seakan terlupakan atau mungkin  memang sudah dilupakan?
Diamati pada tingkat nasional dan di daerah daerah peringatan Hari Koperasi tersebut sudah jarang dilakukan lagi di tengah kemajuan perekonomian nasional Indonesia dan era digital ini. Ada upaya pimpinan Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) menggairahkan lagi agar dilaksanakannya peringatan  Hari Koperasi Nasional (Harkopnas)  ini yang direncanakan dipusatkan di kota Padang dengan mengambil satu tema “Membangun Koperasi Berbasis Kearifan Lokal Menuju Ekonomi Gotong Royong Yang Mandiri, Modern dan Berdigital”, karena sesuatu dan lain hal yang sedianya akan dilaksanaka pada 12-15 Juli 2023 diundurkan menjadi 24-25 Juli 2023. Adapun rangkain kegiatan seperti secara rutin melakukan ziarah ke makam H.M Hatta yang lebih dikenal Bung Hatta dilakukan pagi hari ini di Tanah Kusir, Bung Hata selalu kita kenal beliau konseptor untuk pasal 33 dan 34 UUD 1945 dan sekaligus sebagai bapak Koperasi Indonesia karena pemikiran pemikiran dan jasa jasa beliau mengembangkan ekonomi kerakyatan yang berdasar pada usaha bersama, gotong royong dan kekeluargaan sebagaimana pasal 33 ayat 1 UUD 1945 “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas azas kekeluargaan”.

Suara hingar-bingar  yang dulu selalu menggema baik dlm hiruk pikuk persiapan maupun dalam pelaksanaan rangkaian kegiatan Harkopnas saat ini hampir nyaris tak terdengar. Suara tentang koperasi seakan semakin redup seiring dengan redupnya koperasi di Indonesia. Koperasi yang dikembangkan oleh Bung Hatta  berdasar pada UUD’45 sebagai basis ekonomi konstitusi yang merupakan soko guru ekonomi ini seakan menjadi sesuatu yang sepertinya asing di telinga orang Indonesia yang sudah banyak terkontaminasi ekonomi kapitalis terutama di kalangan pemuda- pemudinya. Semua orang, apalagi anak anak millenial, saat ini sedang gandrung dengan konsep start up. Hampir tidak ada lagi anak muda yang mau kenal dan tertarik dengan konsep koperasi apalagi mengembangkan dan memodernisasi konsep koperasi. Perhatian pemerintah menjadi ambigu terhadap koperasi juga seakan sudah mulai berkurang. Secara formal masih ada kementerian atau dinas yang mengurusi koperasi yang kadang kebijakannya membuat bingung organisasi gerakan koperasi dan mayarakat koperasi umumnya.

Baca Juga..!  Peduli Kesulitan Masyarakat, Polsek Pinang Polres Metro Tangerang Kota Bagikan Bansos Pasca Penyesuaian Harga BBM

Jika diawal awal berdirinya Dekopin dianggap dan diharapkan pemerintah cq Kementerian Koperasi dan Ukm RI, sebagai mitra kerja yang sinergis dan juga sparing partner yang baik untuk turut membantu mewujudkan program pemerintah agar  koperasi berkelas dan  berkualitas nampaknya saat ini jauh dari harapan. Idealnya koperasi itu mandiri, berdiri dikaki sendiri, tetapi untuk menuju kesana diperlukan regulasi regulasi yang berpihak pada tumbuh kembangnya koperasi.

Dekopin disamping sebagai mitra pemerintah dalam peran dan fungsinya sesuai undang undang No.25 tahun 1992 diantaranya punya peran penting sebagai pusat informasi perkoperasian (informatif), untuk mendidik dan melatih mayarakat dlm berkoperasi (edukasi), memfasilitasi mayarakat berkoperasi (fasilitasi) dan memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat koperasi itu sendiri (advokasi) hal ini juga belum dapat berjalan sesuai harapan.

Banyaknya ancaman, halangan, tantanga, rintangan dan gangguan terutama dari kurangnya dukungan pihak pemerintah sendiri yang kurang berniat memajukan organisasi gerakan koperasi (Dekopin), malah masyarakat koperasi punya kesan dengan pemerintah saat ini terindikasi Dekopin dipolitisir dengan tidak ada ketegasan dan memecah belah gerakan koperasi.

Hubungan Dekopin yang dipimpin H.A Nurdin Halid dan  kepemimpinan di Pemerintah Kementerian koperasi dan ukm saat dijabat oleh Syarief Hasan  nampak begitu mesranya dan synergis baik dlm kerjasama program pemberdayaan masyarakat koperasi maupun acara acara bersifat seremonial  koperasi seperti pada peringatan Hari Koperasi Nasional maupun peringatan ditingkat Daerah (Harkopda) begitu meriahnya dan menggema karena dukungan Pemerintah yang juga sangat kuat untuk memajukan koperasi dan ukm baik program maupun anggarannya.

Penulis sendiri merasa terhormat saat memimpin Koperasi Karyawan Garuda Indonesia (Kokarga) tahun 2010 – 2019 pernah dikunjungi Menteri koperasi Syarief Hasan dan selajutnya sering datang para Deputynya mendampingi koperasi kami yang ditahun sebelumnya sangat terpuruk dan Alhamdulillah bisa kembali bangkit menorehkan dan meningkatkan  Sisa Hasil Usaha (SHU) pada akhir tahun 2016 sebdesar 5.000 % dari SHU tahun 2009.

Baca Juga..!  Sembako Murah, Pemerintah Kecamatan Mekar Baru Gelar Bazar Ramadhan

Begitu juga saat memimpin Dekopinda kota Tangerang mendapat dana bantuan Hibah Pemerintah Daerah yang Peduli dengan koperasi dan ukm dalam jumlah cukup memadai untuk menjalankan program program Dekopinda  tahun 2018 sesuai peran fungsi Dekopin yang termaktub dlm Undang undang Perkoperasian..

Saat ini nama kementerian yang mengurusi koperasi adalah Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah nampaknya sedang terkena virus politik dlm memandang Dekopin yang terpecah atau mungkin sengaja dipecah belah menjadi dua kubu. Ini jelas melanggar dan mengingkari Undang undang karena  di undang undang no 25 disebutkan organisasi gerakan tunggal koperasi.Yang menjadi korban dan sangat dirugikan organisasi gerakan koperasi dan masyarakat koperasi itu sendiri. Demikian pula halnya, dinas-dinas di daerah provinsi, kabupaten, atau kota biasa dinamakan Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah sangat dipengaruhi kebijakan kebijakan pimpinan pusatnya, yang menjadikan mereka demotivasi dan gamang dlm membuat suatu kebutusan terutama terkait pemberian hibah bagi  kerjasama pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat koperasi oleh Dewan Koperasi Indonesia Wilayah (Dekopinwil) dan Dewan Koperasi Indonesia Daerah ( Dekopinda).

Oleh karena itu sangat disayangkan  gaung dan hasil kerja keras instansi-instansi tersebut belum sepenuhnya berhasil mengangkat koperasi sebagai soko-guru ekonomi Indonesia.

Koperasi saat ini seakan hanya “jargon” dalam kancah perekonomian nasional. Banyak koperasi hanya tinggal “papan nama” tanpa “aktivitas” atau kegiatan yang nyata.
Upaya keras pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, atau kota dalam memajukan koperasi kurang mendapatkan sambutan yang nyata dari masyarakat oleh karena dilemahkannya organisasi gerakan koperasi oleh Pemerintah sendiri.

Masih banyak sebenarnya  koperasi yang berkembang dan maju, tetapi masyarakat masih dianggap sebagai kegiatan simpan-pinjam yang belum mampu memberikan kesejahteraan kepada anggotanya, terbukti masih banyak juga masyarakat yang terlilit hutang besar, mencekik akibat meminjam kepada koperasi ilegal seperti bank keliling (bangke) dan bank Emok yang menerapkan bunga sangat tinggi.

Baca Juga..!  Bedah Rumah Dari Baznas di RT 14 Desa Tamiang Dari Tahun 2022 Hingga Tahun 2023 Belum Juga Rampung

Dengan konsep koperasi yang baik dengan menerapkan prinsip prinsip koperasi yang benar, koperasi bisa berkembang pesat dan  maju..diakui ini ada dan Itu pun dengan catatan jika pengurusnya jujur, amanah, jika tidak justru para anggota itu pula yang menanggung kerugian karena uangnya digelapkan atau dibawa kabur oleh pengurus yang tidak amanah,  beberapa kasus koperasi besar seperti Indosurya yang tersangkut hukum karena menggelapkan uang anggotanya dan dituntut oleh para anggotanya. Ini sangat memprihatinkan dan menjatuhkan citra koperasi itu sendiri.

Kondisi buruk seperti itu yang kemudian mencoreng nama koperasi, menjatuhkan citra koperasi dan masyarakat lambat laun menjadi kurang percaya, meninggalkan koperasinya dengan menyebut seolah olah paguyuban yang yang cuman menghabiskan anggaran dan dana sosial, bagaimana akan mampu mensejahterakan rakyat pada umumnya, mensejahterakan anggotanya pun jauh panggang dari api, malah lebih menyengsarakan anggotanya. Padahal, koperasi semestinya mampu menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia dalam mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan.

Konsep koperasi yang lebih mengutamakan demokrasi kebersamaan, kerja sama, gotong royong dan keadilan sosial ekonomi sesuai dengan kepribadian bangsa, diharapkan kembali tumbuh dan berkembang seiring perubahan terpilihnya kepemimpinan nasional dan daerah yang kuat (strong leadership), visioner, mempunyai kesadaran tinggi untuk kembali ke ekonomi konstitusi yang lebih peduli kepada koperasi. Semoga terwujud.

(Red)

Facebook Comments