suaramedia.id – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat membongkar dugaan kongkalikong antara pengacara, hakim, dan korporasi dalam kasus korupsi ekspor CPO. Nilai suap yang diduga mengalir mencapai US$2,5 juta atau sekitar Rp40 miliar untuk memuluskan vonis lepas bagi PT Permata Hijau Group, PT Wilmar Group, dan PT Musim Mas Group.

Related Post
Mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Muhammad Arif Nuryanta, didakwa menerima suap sebesar Rp40 miliar. Uang tersebut diduga diterima bersama hakim Djuyamto, Agam Syarief Baharudin, dan Ali Muhtarom (dituntut terpisah). Ketiga hakim ini memutuskan vonis lepas (ontslag van alle recht vervolging) bagi ketiga terdakwa korporasi tersebut dalam kasus korupsi ekspor minyak sawit mentah (CPO) periode Januari-April 2022. Kasus ini juga menyeret mantan Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan.

Perkara bermula dari penyidikan Kejaksaan Agung atas tindak pidana korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO pada Juni 2023. Jaksa mengungkapkan adanya pertemuan di sebuah vila di Sentul, Jawa Barat, pada Juni-Juli 2023. Pertemuan tersebut dihadiri tim AALF (Ariyanto & Arnaldo Araujo JR Soares Law Firm) Legal & Tax Consultans, dan LKBH MJ (Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Mitra Justitia), termasuk Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, Andi Ahmad Nur Darwin, dan Brian Manuel. Mereka membahas strategi penanganan perkara, termasuk skema pembagian peran. Perwakilan korporasi menyetujui skema tersebut dan memberikan Surat Kuasa Khusus (SKK) kepada AALF dan LKBHMJ.
Ariyanto kemudian melakukan manuver dengan menemui Wahyu Gunawan untuk diperkenalkan dengan hakim di PN Jakarta Pusat. Wahyu memperkenalkan Arif Nuryanta. Awalnya, ditawarkan suap Rp20 miliar untuk mengabulkan eksepsi, namun ditolak. Arif kemudian menunjuk majelis hakim yang menangani kasus tersebut: Djuyamto, Agam Syarief, dan Ali Muhtarom.
Pada Mei 2024, Ariyanto menyerahkan US$500.000 (Rp8 miliar) kepada Wahyu untuk disampaikan kepada Arif. Arif memberikan US$50.000 (Rp800 juta) kepada Wahyu, sisanya dibagi kepada hakim lain di ruang kerja Arif. Pembagian uang dilakukan di PN Jakarta Pusat dan dihadiri Djuyamto dan Agam Syarief. Ali Muhtarom kemudian dipanggil dan menerima bagiannya.
Marcella Santoso juga menghubungi M Syafe’i (SSL Wilmar Group) dan menyampaikan bahwa perkara harus diurus, dengan janji uang Rp20 miliar dari korporasi untuk mempengaruhi putusan.
Pertemuan selanjutnya antara Ariyanto, Arif, dan Wahyu menghasilkan kesepakatan US$3 juta (Rp40 miliar) untuk memuluskan vonis lepas. Jaksa kini mengungkap detail transaksi dan percakapan yang menguatkan dugaan suap dan konspirasi untuk membebaskan para terdakwa korporasi.










Tinggalkan komentar