suaramedia.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengusut dugaan praktik korupsi dalam sektor pertambangan di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Hal ini dibenarkan oleh Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (14/8) malam. Meskipun mengakui adanya penyelidikan, Asep masih enggan membeberkan detail kasus tersebut dan meminta publik bersabar menunggu informasi lebih lanjut. "Masih dalam proses lidik, jadi belum bisa kita sampaikan," tegasnya.

Related Post
Sebelumnya, pada 24 Juli 2025, Direktorat Pencegahan dan Monitoring KPK telah menemukan sejumlah permasalahan krusial dalam sektor pertambangan Lombok sejak tahun 2009. Temuan tersebut meliputi tumpang tindih perizinan dan tata kelola yang bermasalah. Temuan ini telah dibahas dalam rapat koordinasi bersama sejumlah kementerian terkait, termasuk Kementerian ESDM, Perdagangan, Perindustrian, Perhubungan, Investasi dan Hilirisasi, Kehutanan, serta Keuangan.

Ketua KPK, Setyo Budiyanto, dalam konferensi pers bulan Juli lalu, menjelaskan bahwa kajian KPK terhadap sektor pertambangan di Lombok telah berlangsung lama. Kajian tersebut mencakup berbagai aspek, mulai dari perizinan yang berbelit hingga pengelolaan yang buruk. Masalah lain yang ditemukan meliputi ketidaksinkronan data, penambangan ilegal tanpa IUP (Izin Usaha Pertambangan), dan disparitas kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah. Lebih lanjut, Setyo menyoroti kewajiban finansial dan administratif para pelaku usaha yang belum terpenuhi sepenuhnya.
Berbagai permasalahan tersebut telah menghasilkan rencana aksi perbaikan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah penyederhanaan perizinan, dari semula 4.877 izin menjadi jumlah yang jauh lebih sedikit. Selain itu, dibangun pula sistem terintegrasi untuk pengelolaan tambang, seperti Simbara (Sistem Informasi Mineral dan Batu Bara Antar Kementerian/Lembaga). Upaya ini, menurut Setyo, telah meningkatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor energi dari Rp9 triliun pada 2013 menjadi Rp14 triliun. KPK berharap rencana aksi ini dapat terus ditindaklanjuti oleh pihak-pihak terkait.










Tinggalkan komentar