suaramedia.id – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) menuntut Fandy Lingga, adik pendiri maskapai Sriwijaya Air, Hendry Lie, dengan hukuman 5 tahun penjara. Tuntutan tersebut dibacakan dalam sidang daring di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (4/8), karena Fandy tengah sakit dan menjalani tahanan kota. Fandy, Marketing PT Tinindo Inter Nusa (TIN), dinyatakan bersalah atas korupsi pengelolaan timah yang merugikan negara hingga Rp300,003 triliun.

Related Post
Selain hukuman penjara, JPU juga menuntut Fandy membayar denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan. Perbuatan Fandy dijerat dengan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Ia terbukti terlibat dalam kasus korupsi ini bersama sejumlah terdakwa dan terpidana lain, termasuk Hendry Lie, Perwakilan PT Refined Bangka Tin (RBT) Harvey Moeis, pemilik PT Quantum Skyline Exchange Helena Lim, dan mantan Direktur Jenderal Kementerian ESDM Bambang Gatot Aryono.

Bambang Gatot Aryono dinilai memberikan persetujuan revisi Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) PT Timah tanpa studi kelayakan memadai pada 2019. Fandy sendiri terlibat dalam pertemuan dengan mantan Direktur Utama PT Timah, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, dan Alwin Albar (Direktur Operasi PT Timah) yang membahas permintaan bijih timah 5 persen dari PT Timah. Ia juga terlibat dalam perjanjian kerja sama sewa peralatan processing penglogaman dengan smelter swasta yang tak memiliki kompetensi.
Lebih lanjut, Fandy disebut menyetujui pembentukan dua perusahaan cangkang yang menerima Surat Perintah Kerja (SPK) dari PT Timah. Perusahaan-perusahaan ini membeli bijih timah dari penambang ilegal di wilayah IUP PT Timah, lalu menjualnya kembali ke PT Timah Tbk. Melalui PT TIN, Fandy menerima pembayaran dari PT Timah atas pengumpulan bijih timah ilegal dan kerja sama sewa processing penglogaman yang dinilai kemahalan. Kasus ini kini menunggu putusan majelis hakim.










Tinggalkan komentar