suaramedia.id – Polemik kepemilikan empat pulau antara Aceh dan Sumatera Utara (Sumut) memanas. Anggota DPR RI asal Aceh, Muslim Ayub, mencurigai adanya kepentingan besar di balik keputusan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang memindahkan batas wilayah keempat pulau tersebut dari Aceh ke Sumut. Ia yakin, potensi migas di wilayah tersebut menjadi kunci utama.
Related Post
"Saya yakin 1000 persen, bahkan 5000 persen, masalahnya ada di potensi migas keempat pulau itu," tegas Muslim dalam sebuah diskusi publik, Sabtu (14/6). Menurutnya, status keempat pulau—Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang—sebenarnya sudah disepakati Gubernur Aceh dan Sumut pada 1992, yakni Ibrahim Hasan dan Raja Inal Siregar, serta disaksikan Menteri Dalam Negeri saat itu, Rubini. Keputusan tersebut menempatkan keempat pulau tersebut di bawah administrasi Aceh.
Muslim mempertanyakan alasan Kemendagri yang mengklaim faktor geografis sebagai dasar pengalihan batas wilayah. Ia mencontohkan Pulau Andaman yang kaya akan sumber daya alam, namun tetap berada di luar wilayah Aceh. "Pulau Andaman dekat dengan Sabah, secara geografis juga dekat, tapi Aceh tidak pernah mengklaimnya. Aceh punya prinsip, tidak akan mencaplok wilayah lain, meskipun kaya akan minyak," ujarnya.
Sikap tegas Muslim berlanjut dengan tuntutan kepada Presiden Prabowo Subianto untuk menindak tegas Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. "Presiden harus memberikan sanksi kepada bawahannya. Keputusan Menteri ini menghebohkan publik dan membuat masyarakat resah," pungkasnya.
Perlu diketahui, keputusan Kemendagri yang menetapkan keempat pulau tersebut sebagai bagian dari Tapanuli Tengah, Sumut, telah memicu gejolak di Aceh. Masyarakat Aceh merasa dirugikan karena kehilangan wilayah secara sepihak. Menanggapi polemik ini, Kemendagri menyatakan akan mengkaji ulang status kepemilikan keempat pulau tersebut.
Tinggalkan komentar