suaramedia.id – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkapkan adanya 114 aduan terkait dugaan pelanggaran HAM dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) selama tiga tahun terakhir. Pengungkapan ini disampaikan dalam sidang lanjutan pengujian materiil Undang-Undang Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (7/10).

Related Post
Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Saurlin P Siagian, menjelaskan bahwa aduan tersebut meliputi berbagai permasalahan yang berulang. "Terdapat setidaknya 114 pengaduan terkait PSN hanya dalam tempo 3 tahun terakhir yang mengandung dugaan pelanggaran hak asasi manusia," ujarnya di hadapan hakim konstitusi, seperti dilansir suaramedia.id – .

Pola permasalahan yang muncul, lanjut Saurlin, meliputi penggusuran paksa, kompensasi yang tidak layak, kriminalisasi warga, serta degradasi lingkungan hidup. Beberapa kasus PSN yang memicu konflik di kalangan warga antara lain kasus Wadas, Rempang, Mandalika, pembukaan lahan food estate di Papua Selatan, dan kasus di Kawasan Industri Morowali.
Komnas HAM mencatat bahwa pengambilan keputusan dalam PSN seringkali dilakukan secara top-down, minim konsultasi yang bermakna, dan pengamanan berlebihan yang justru memicu konflik. Selain itu, terdapat pengabaian prosedur konsultasi, instrumen AMDAL yang hanya menjadi dokumentasi administratif, peran aparat yang berlebihan dalam menekan perbedaan pendapat, serta dampak sosial ekonomi yang meningkatkan kerentanan warga.
Berdasarkan kajian dan temuan lapangan, Komnas HAM menyimpulkan bahwa norma PSN dalam UU Cipta Kerja mengandung kekaburan norma yang bertentangan dengan prinsip negara hukum dan kepastian hukum. Pelaksanaan PSN juga dinilai telah menimbulkan pelanggaran terhadap hak konstitusional, hak atas lingkungan hidup yang sehat, hak atas rasa aman, dan hak atas properti.
Komnas HAM merekomendasikan agar MK menegaskan bahwa setiap norma dalam UU Cipta Kerja, khususnya yang menyangkut PSN, harus tunduk pada prinsip negara hukum dan menjamin penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM. Mereka juga meminta MK untuk meninjau ulang model pembangunan dalam bentuk PSN karena dinilai eksklusif, diskriminatif, dan menimbulkan pelanggaran HAM yang berulang.
Sebelumnya, sejumlah organisasi masyarakat sipil dan korban PSN menggugat ketentuan dalam UU Cipta Kerja yang memberi legitimasi pada kemudahan dan percepatan PSN. Mereka menilai ketentuan tersebut menimbulkan kerancuan hukum dan membuka celah pembajakan regulasi, serta berimplikasi pada penyalahgunaan konsep "kepentingan umum" yang seharusnya dimaknai secara ketat.
Tinggalkan komentar