suaramedia.id – Anggota Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, berharap kasus penggunaan jet pribadi oleh Komisioner KPU dan Sekjen KPU yang menelan biaya fantastis hingga Rp46 miliar tidak berlanjut ke proses hukum. Pernyataan ini disampaikan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (23/10), menyusul laporan kasus tersebut ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Related Post
Doli menyayangkan kasus ini mencuat, padahal sejak awal ia telah mengingatkan KPU untuk menyelesaikan masalah ini secara internal agar tidak meluas. "Saya sih berharap ya cuman sampai di situ aja, enggak berlanjut ke mana-mana apalagi kalau masalah hukum," ujarnya.

Sebagai mantan Ketua Komisi II DPR yang bermitra dengan KPU selama Pemilu 2024, Doli menilai kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi seluruh pejabat publik untuk lebih berhati-hati dalam menggunakan anggaran negara. Evaluasi juga akan dilakukan oleh DPR dan pemerintah sebagai pihak yang menyetujui anggaran KPU.
"Iya, tentu ya ya apa namanya, evaluasi. Yang kedua adalah tentu kita ya, pemerintah, DPR gitu ya, yang kemudian dulu ikut menyetujui anggaran yang digunakan oleh KPU ini, ya ke depan saya kira memang harus lebih cermat lagi, lebih detail ya," kata dia.
Meski demikian, Doli menegaskan tidak ada rencana untuk mengganti komisioner KPU yang telah dijatuhi sanksi keras oleh DKPP. Menurutnya, sanksi yang diberikan DKPP tidak merekomendasikan pergantian anggota KPU. "Ya enggak, kan enggak ya, kan kalau DKPP Sudah dia ditegur keras, kan enggak ada rekomendasi untuk diganti. Kan putusannya cuma tegur keras ya toh? Emang ada rekomendasi gitu?" Kata dia.
Sebelumnya, DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada Ketua KPU RI dan empat komisioner lainnya, yaitu Parsadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, Idham Holik, dan August Mellaz, serta Sekjen KPU RI, Bernard Darmawan. Mereka terbukti melanggar kode etik terkait penggunaan jet pribadi.
Anggota Majelis DKPP, Ratna Dewi, menyatakan bahwa penggunaan jet pribadi oleh para teradu tidak dibenarkan secara etika, terutama karena memilih jenis jet yang eksklusif dan mewah. Selain itu, penggunaan jet pribadi tidak sesuai dengan perencanaan awal untuk memantau distribusi logistik di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar). Faktanya, dari 59 kali perjalanan menggunakan jet pribadi, tidak ditemukan satu pun rute yang bertujuan untuk distribusi logistik. Berita ini dilansir dari suaramedia.id – yang sebelumnya mengutip laporan dari CNN Indonesia.



Tinggalkan komentar