
Artikel Berita:

Related Post
suaramedia.id – Tim Disaster Victim Identification (DVI) Polda Jawa Timur menghadapi tantangan signifikan dalam mengidentifikasi jenazah korban runtuhnya Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Khoziny di Sidoarjo. Kurangnya kepemilikan Kartu Tanda Penduduk (KTP) pada mayoritas korban menjadi penghambat utama proses identifikasi.
Kompol Naf’an, Kaurkes Kamtibmas Subdit Dokpol Biddokes Polda Jatim, mengungkapkan bahwa meskipun data antemortem dan postmortem telah dikumpulkan, belum ada satu pun yang cocok. "Kesulitan utama adalah rata-rata korban belum memiliki KTP. Sebagai pembanding, kami berupaya mencari rapor atau ijazah yang memiliki cap jempol atau sidik jari dari tiga jari," jelas Naf’an dalam konferensi pers, Sabtu (4/10), seperti dilansir suaramedia.id –
Selain masalah administrasi, kondisi jenazah yang membusuk juga mempersulit pengambilan sidik jari yang optimal. Untuk mengatasi kendala ini, tim DVI telah mengambil sampel DNA dari sembilan jenazah di RS Bhayangkara Surabaya. Sampel DNA tersebut telah dikirim ke Pusat Laboratorium DNA Pusdokkes Polri di Cipinang, Jakarta Timur, untuk analisis lebih lanjut.
Tim DVI juga telah mengumpulkan data antemortem dari 57 orang tua yang diduga memiliki hubungan keluarga dengan para korban. Proses identifikasi dilakukan melalui dua tahap: identifikasi sekunder (pemeriksaan sidik jari dan gigi) dan identifikasi primer (pemeriksaan DNA jika identifikasi sekunder tidak membuahkan hasil).
"Jika keduanya tidak menunjukkan kecocokan, pengambilan sampel DNA menjadi solusi, dan itu sudah kami lakukan," kata Naf’an. Proses pemeriksaan DNA membutuhkan waktu dua hingga tiga minggu, tergantung pada kompleksitas kasus dan jumlah sampel yang diperiksa di laboratorium DNA Pusdokkes Polri di Cipinang, satu-satunya lab DNA forensik yang melayani seluruh Indonesia.
Tinggalkan komentar