Rangkasbitung, Kota Kecil Sejuta Cerita

LEBAK | BANTEN, suaramedia.id – Rangkasbitung adalah sebuah nama daerah yang merupakan kota setingkat kecamatan, yang sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda, tepatnya pada 2 Desember 1928, yang mana pada masa itu Rangkasbitung menjadi kota satelit yang cukup maju. Dimana tata letak kota menganut pada sistem kerajaan, dimana Alun-alun, Masjid Agung, dan Pendopo menjadi pusat kota.

Rangkasbitung adalah ibu kota dari Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Di kota ini, begitu banyak cerita zaman kolonial yang melekat bahkan melegenda. Tertinggal banyak bangunan yang menyimpan kisah-kisah tersebut. Bangunan-bangunan itu bisa jadi wisata yang murah meriah karena hanya dengan berkeliling kota dan melihat-lihat bangunan-bangunan bersejarah sambil berswafoto atau mendengar kisahnya.

Salah satu tempat wisata yang paling terkenal di kota ini adalah perpustakaan Saija-Adinda dan Museum Multatuli. Yang mana letaknya berada di samping Museum Multatuli atau hanya berjarak beberapa meter dari Pendopo Bupati Lebak. Perpustakaan ini dibangun pada tahun 2016, dengan gaya bangunannya berbentuk lumbung padi, yang lazim digunakan oleh Suku Baduy.

Selain itu, Museum Multatuli ini hanya ada 2 di dunia, satunya lagi ada di Belanda. Di museum ini, masyarakat bisa belajar tentang sejarah Max Havelaar.

Selain itu juga Masih banyak tempat wisata yang bisa dikunjungi di Kota Rangkasbitung, yaitu Gua Maria Bukit Kanada. Nama Gua ini terbilang cukup unik karena kependekan dari Gua Maria Kita Kampung Narimbang Dalam, merujuk pada lokasi di mana Gua Maria ini terletak. Berada jauh dari keramain kota, Gua Maria biasanya digunakan untuk melakukan peribadatan agama Khatolik diberbagai daerah, sehingga akan terlihat banyak sekali penungjung yang berziarah dan berdo’a di Gua tersebut. Selain bertujuan ziarah dan berdo’a, destinasi wisata religi ini juga sangat direkomendasikan bagi masyarakat yang ingin menepi dari keremaian kota, atau sekedar ingin bersantai. Karena banyak sekali gazebo yang tersedia ditempat ini.

Baca Juga..!  Sebagai Narasumber Aktif, Dian Wahyudi Raih HPN Award 2021

Jika ingin menikmati suasana pantai, kalian bisa bergeser ke daerah Selatan, masih bagian dari Kabupaten Lebak. Selain itu, di Rangkasbitung juga terdapat stasiun besar yang sudah beroprasi sejak 1 Juli 1900 dan menjadi satu-satunya stasiun terbesar di Provinsi Banten saat ini. Stasiun Rangkasbitung juga menjadi salah satu Cagar Budaya berdasarkan UU No.5/1992 tentang Benda Cagar Budaya, oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten. Berjarak sekitar 72,5 km dari Jakarta, menuju Rangkasbitung bisa ditempuh menggunakan commuterline yang memakan waktu tempuh selama dua jam perjalanan dari Stasiun Tanah Abang, jika ingin mengunjungi kota kecil sejuta cerita ini. Semua kereta api yang melintasi jalur kereta api Tanah Abang-Merak, pasti berhenti di stasiun ini. Keberadaan jalur ini sangatlah strategis karena bukan saja menghubungkan Jakarta dengan Kota Rangkasbitung tetapi jalur ini juga mengubungkan pelabuhan Merak. Sehingga jalur ini terintegrasi dengan penyebrangan laut.

Selain tentang wisata dan transportasi yang sangat terkenal, bahasa yang digunakan di Kota Rangkasbitung juga sangat terkenal dengan ciri khasnya yaitu Bahasa Sunda Banten. Perbedaan tata bahasa antara Bahasa Banten dan Bahasa Sunda Priangan dikarenakan wilayah Banten tidak pernah jadi bagian dari Kesultanan Mataram, sehingga tidak mengenal tingkatan halus dan sangat halus yang diperkenalkan oleh Mataram. Perbedaan antara Bahasa Sunda di Priangan dengan di Banten dilihat dari dialek pengucapannya, sampai beberapa perbedaan pada kosa katanya. Namun oleh mayoritas orang-orang yang berbahasa Sunda Banten (Rangkasbitung, Pandeglang) digolongkan sebagai bahasa sunda kasar. Tetapi secara prakteknya, Bahasa Sunda Banten digolongkan sebagai Bahasa Sunda dialek Barat.

Penulis Opini : (Dwi Maulidyani Ridlakallah – Mahasiswi Fakultas Sastra Indonesia, Universitas Pamulang)

Facebook Comments