Praperadilan Jaksa Sita 2,3 Miliar Uang Saksi Di Kejati Banten, Kuasa Hukum: Silakan Publik Yang Menilai

SERANG | BANTEN, suaramedia.id – Sidang perdana praperadilan dengan registrasi No.2/SK.HUK/Pid.Prap/2021, di Pengadilan Negeri Serang Kelas 1A Terkait Penyitaan Uang saksi sebesar Rp 2,3 Miliar dilaksanakan pihak Kejaksaan Tinggi Banten Senin, (29/3/21).

Terkait persidangan tersebut, Tim kuasa hukum dari kantor hukum IMS & Associate mengatakan bahwa upaya melakukan praperadilan bukan untuk bertarung dengan Jaksa, namun semata-mata mencari keadilan formil bukan materi.

“Jadi kita disini untuk mendalami sah atau tidaknya penyitaan yang dilakukan oleh pihak Kejaksaan,” ujar Isram S.H, salah satu tim kuasa hukum kepada pewarta Senin, (29/3/2021).

“Disini kita hanya berupaya mencari kebenaran dan keadilan formil karena bagaimana pun juga Jaksa adalah mitra kami,” sambungnya.

Ditempat sama, Ketum GPHN RI, Madun Hariyadi yang juga sebagai penerima kuasa khusus dari pihak pemohon menuturkan terkait praperadilan di Pengadilan Negeri tersebut.

Menurutnya jawaban Jaksa dalam Praperadilan perdana sangat menyimpang jauh keluar dari subtansi dari pokok perkara praperadilan itu.

Lantaran, saat jalannya persidangan, jawaban Jaksa bahwa penyitaan uang saksi (pemohon) sebesar Rp 2,3 Miliar yang sedang diperiksa oleh pengadilan tersebut, adalah tersangka yang melakukan perbuatan melawan hukum dan merugikan keuangan Bank BJB.

“Pernyataan jaksa tidak masuk akal, karena pemohon mengajukan gugatan praperadilan uang 2,3 Miliyar milik pribadinya di sita atas dasar tekanan dan intimidasi saat wawancara dengan dua orang anggota kejaksaan kejati banten, ini ruang sidang bukan tempat melawak, ini ruang orang mencari keadilan bukan tempat orang dikriminalisasi, jaksa sebagai pengacara negara harusnya dalam melaksanakan tugasnya dengan profesional, bermartabat dan dengan penuh rasa kasih sayang,” terang Madun Hariyadi.

Madun menambahkan kredit macet BJB Cabang Tangerang merupakan perkara perdata atau perkara pidana tipikor biarkan yang menilai itu publik.

Baca Juga..!  Persatuan Pendekar Tangerang Gelar Konsolidasi Pengukuhan dan Rapat Kerja

“Profesional dan tidaknya tentu Jamwas pasti segera menerima laporan dari kami, kalau saya pribadi menilai bahwa persidangan tersebut masuk ranah peradilan sesat, karena tindak pidana korupsi harus ada kesimpulan dari BPK RI dan juga harus terbuka apakah kasus ini sudah di gelar perkara, di mana gelar perkaranya ?. Apa bunyi pendapat gelar perkaranya, siapa yang menyampaikan pendapatnya, kalau itu tidak di ekspose berbahaya, bisa blunder juga, karena kami juga akan lapor ke Komisi Yudisial dan Komnas Ham juga Ke MENKOPOLHUKAM, Karena kalau kita bicara tindak pidana korupsi tentu sumber dananya adalah anggaran belanja negara, sementara kredit itu kan produk bank yang harus di pasarkan dan kalau macet bank punya mekanismenya sendiri dalam menyelesaikan, sementara kasus kredit macet bjb cabang tangerang ini sudah ada proses lelang jaminan,” paparnya.

Akan tetapi, lanjut Madun, hal tersebut dimasukan ke ranah pengadilan Tipikor oleh pihak Kejati.

“Silakan publik yang menilai apakah ini peradilan sesat atau bukan, saya punya pandangan sendiri ini masuk ke ranah peradilan sesat,” tegas Ketum GPHN RI ini.

Terkait penyitaan harta saksi oleh pihak Kejaksaan, Madun menilai bahwa hal itu tidak seusai dengan prosedur, dikarenakan yang disita tersebut adalah hasil dari pinjaman saksi melakukan penjualan harta benda miliknya berupa penjualan mobil.

“Karena saksi ini merasa tertekan dan ketakutan sehingga menjual apa saja untuk mengembalikan uang atas permintaan salah satu oknum penyidik dari kejaksaan tinggi banten,” terang Madun Hariyadi.

“Tentunya pemohon ini mengharapkan keadilan yang seadil-adilnya karena pemohon ini adalah hanya sebagai saksi,” sambungnya lagi.

Jelas Madun, saksi sebenarnya sangat menguntungkan bagi pihak dari penyidik Kejaksaan, tapi bukannya dilindungi malah harta bendanya merasa dirampas dengan cara melawan hukum.

Baca Juga..!  Pemkab Lebak Siapkan Rumah Isolasi Untuk Pasien OTG Covid-19

“Menurut saya ini adalah penyitaan yang tidak sesuai aturan. Dalam praperadilan itu mereka (Jaksa) berharapnya menang, kami sebagai pihak pemohon silakan Jaksa bisa membuktikan atau tidak perbuatan melawan hukum saksi sebagai pemohon praperadilan, apa dasarnya sehingga dia bisa menyita uang saksi,” tuturnya.

“Saya berharap hakim tunggal adalah Wakil Tuhan Yang Maha Esa bisa memberikan keadilan di persidangan Praperadilan, serta peka dan teliti, karena ini saksi bukan tersangka,” tandas Madun.

(Ksh/Tim)

Facebook Comments