Penambangan Fosfat dalam Dikotomi Perbaikan Ekonomi dan Ancaman Kerusakan Lingkungan

Oleh: FH. Akbar

Perdebatan klasik dalam pertambangan mencuat kembali diruang publik, khususnya pertambangan fosfat di Sumenep. Disatu sisi ada yang menginginkan pertambangan dilakukan untuk menopang pertumbuhan ekonomi demi kemajuan daerah. Disisi lain, pertambangan ini dituding hanya menguntungkan investor, merusak lingkungan dan menjadi penyebab bencana banjir atau longsor.

Konteks Perdebatan

Jika kita berdebat mengenai pertambangan fosfat di Sumenep, tentunya kita tidak boleh melupakan konteks yang melingkupi perdebatan itu sendiri. Konteks yang saya maksud disini berupa situasi politik dan kondisi sosial ekonomi terkini yang tengah berlangsung dan dihadapi seluruh komponen masyarakat.

Transisi kekuasaan politik di Sumenep setelah pagelaran pilkada pada 2020 kemarin, mengemban amanat pokok untuk menjaga tren pemulihan ekonomi masyarakat yang terdampak akibat pandemi covid-19.

Seperti dilansir kompas.com pada 23 September 2020, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2020 akan berada di kisaran minus 2,9 persen hingga minus 1,1 persen.

Sementara, Badan Pusat Statistik seperti dilansir harian kompas pada 6 Februari 2021 mencatat bahwa tren perbaikan ekonomi Indonesia berlanjut kendati sepanjang 2020 minus 2,07 persen. Pengendalian kasus Covid-19 menjadi tantangan terberat Indonesia dalam menggerakkan ekonomi.

Sektor industri pengolahan, perdagangan dan transportasi masih terkontraksi meski menunjukkan tren membaik di tiga triwulan terakhir. Sementara konsumsi rumah tangga yang menjadi penyumbang utama pertumbuhan masih terkontraksi 3,61 persen secara tahunan pada triwulan IV-2020.

Dengan memahami konteks perdebatan penambangan fosfat tersebut, saya berharap kita tidak akan berdebat diruang hampa.

Kita juga tidak akan terjebak pada sudut ekstrimisme pandangan yang menolak penambangan fosfat secara membabi buta, seraya mengabaikan tanggungjawab pemerintahan transisi di Sumenep untuk menjaga tren pemulihan ekonomi.

Baca Juga..!  HUT Ke - 75 TNI Dilaksanakan Secara Virtual

Begitupun juga, kita tidak akan terjerembab dalam paradigma developmentalisme radikal dengan melakukan penambangan fosfat secara massif dan sporadis dengan mengenyampingkan aspek keberlangsungan ekologi dan lingkungan.

Strategi Menjaga Tren Pemulihan Ekonomi

Pemerintahan transisi di Sumenep, bagaimanapun juga, saat ini mengemban amanat mulia untuk memperbaiki daya beli masyarakat yang terus menurun akibat pandemi covid-19. Hanya dengan cara ini tren pertumbuhan ekonomi kedepan akan terus meningkat.

Pemulihan sektor perdagangan, transportasi, jasa dan pariwisata yang melibatkan sektor UMKM serta pengembangan destinasi pariwisata lokal yang tumbuh sejak 2019 akan sulit dilakukan, sepanjang pembatasan kegiatan masyarakat tidak berdampak secara riil terhadap pengendalian pandemi covid-19, sehingga peningkatan daya beli masyarakat tak kunjung terjadi sesuai harapan.

Pemerintahan transisi tentu tidak akan tinggal diam dan akan mencari berbagai alternatif penyelesaian yang dapat segera dilaksanakan demi pemulihan sektor ekonomi khususnya dalam jangka pendek.

Munculnya wacana revisi perda RTRW sebagai payung hukum penambahan lokasi penambangan fosfat dari 8 menjadi 17 kecamatan, dapat kita baca sebagai upaya pemkab menyusun kebijakan strategis guna menjaga tren perbaikan sektor ekonomi lokal yang juga merupakan bagian penting dari pelaksanaan kebijakan pemulihan ekonomi secara nasional.

Disisi lain, kita tak dapat memungkiri, potensi fosfat terbesar di Madura yang mencapai 827.500 meter kubik, akan menjadi keuntungan tersendiri bagi Sumenep. Apalagi ditengah kesulitan yang dihadapi pemkab untuk menambah PAD akan menjadikan penambangan posfat sebagai pilihan yang sulit dihindari.

Ide Penambangan Fosfat oleh BUMD

Pasal 33 UUD 1945 menyatakan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran Rakyat.

Dalam konteks penambangan fosfat, ketentuan Pasal 33 tersebut, dapat dipakai sebagai dasar oleh pemerintahan transisi untuk membentuk BUMD tersendiri yang nanti secara khusus diberikan mandat pengelolaan fosfat di Sumenep.

Baca Juga..!  Danramil Talang Hadiri Istighotsah Dan Pengajian Akbar Harlah NU Ke - 94

Ide pembentukan BUMD pengelola fosfat bukan tanpa dasar. Pertama, pengelolaan fosfat oleh BUMD akan menepis opini penambangan posfat hanya akan menguntungkan investor. Laba yang diperoleh BUMD akan masuk ke kas daerah sebagai PAD yang nantinya akan dikembalikan kepada masyarakat melalui pembangunan sarana publik atau perbaikan mutu layanan kebutuhan dasar masyarakat seperti pendidikan dan kesehatan.

Kedua, pengawasan akan lebih mudah dilakukan apabila pengelolaan fosfat dilakukan oleh BUMD. Disamping partisipasi pengawasan oleh masyarakat, BUMD secara berkala dapat diaudit oleh BPK, sehingga pengelolaanya akan lebih akuntabel dan setiap penyimpangan dapat segera diganjar dengan hukuman.

Ketiga, manajemen pengelolaan fosfat akan lebih baik dan profesional. Kita tahu, praktik penambangan posfat selama ini banyak dilakukan oleh individu-individu pemilik modal secara tradisional. Memang ada yang diuntungkan karena menyerap tenaga kerja lokal. Hanya saja, individu-individu pemilik modal ini seringkali abai terhadap dampak kerusakan lingkungan dan tak ada kontribusi jelas pada PAD.

Oleh karena ketiga faktor tersebut, Pembentukan BUMD khusus untuk mengelola fosfat menjadi pilihan paling rasional untuk saat ini dan saya kira akan diterima semua pihak sebagai win-win solution.

Secara substantif, manajemen BUMD nantinya harus sanggup menjamin persoalan-persoalan yang terjadi dalam praktik penambangan fosfat selama ini tidak akan terjadi lagi.

Terpenting, keuntungan dari pertambangan fosfat akan dinikmati semua lapisan masyarakat dan kerusakan lingkungan dapat ditekan seminimal mungkin dengan konsep mitigasi dampak penambangan yang jelas dan terukur dan dapat diimplementasikan secara berkesinambungan untuk kelestarian lingkungan.

Untuk pengembangan pembiayaan BUMD, disamping penyertaan modal dari APBD, pemerintah daerah nanti dapat menjajaki kerjasama dan kemitraan dengan pihak ketiga berdasarkan kontrak yang jelas dan pola pembagian keuntungan yang berkeadilan.

Baca Juga..!  Puluhan Pelaku Tawuran dari 6 Sekolah di Kota Tangerang Diamankan Polisi, Satu Pelajar Luka Dibacok

Facebook Comments