Menyoal Kebijakan Wajib Rapid Test yang Tidak Pro Rakyat Miskin

SUMENEP | JATIM, suaramedia.id – Kebijakan Pemkab Sumenep mewajibkan warganya untuk melakukan rapid test tertuang dalam Surat Edaran tanggal 30 Mei 2020, Nomor :443.32/700/435.102/2020 yang ditandatangani Bupati Sumenep selaku Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di Kabupaten Sumenep.

Salah satu poin kontroversial dalam surat edaran tersebut antara lain mewajibkan bagi setiap warga Sumenep untuk melakukan rapid test sebelum bepergian keluar wilayah Sumenep, tanpa kecuali.

Pertanyaan yang mungkin timbul dibenak publik : sampai kapan Surat Edaran itu berlaku? Tidak jelas juga. Surat edaran itu tidak mencantumkan batas waktu pemberlakuan wajib rapid test. Padahal, jika penyusun surat edaran itu mau lebih teliti, surat edaran itu masa berlakunya harus dicantumkan sampai dengan tanggal 7 Juni 2020. Kenapa demikian?

Pertama, surat edaran itu merujuk kepada Surat Edaran Gugus Tugas tingkat pusat yang dipimpin Doni Monardo. Dalam Surat Edaran tertanggal 25 Mei 2020, Nomor 5 Tahun 2020 itu, telah dicantumkan masa berlaku surat edaran sampai tanggal 7 Juni 2020. Dengan demikian, Surat Edaran tertanggal 30 Mei 2020 yang diterbitkan gugus tugas Sumenep itu secara mutatis mutandis juga harus dianggap tidak berlaku setelah tanggal 7 Juni 2020.

Kedua, Surat Edaran itu diterbitkan dimasa terjadinya kondisi darurat kesehatan masyarakat akibat COVID-19. Logika hukumnya, kondisi darurat tidak akan berlangsung tanpa batas waktu. Oleh karena itu, masa berlakunya surat edaran harus dicantumkan. Ironisnya, penyusun konsep surat edaran itu ceroboh dalam memberikan informasi kepada Bupati hingga surat edaran telah beredar luas ke publik tanpa mencantumkan masa berlakunya.

Ketidakjelasan masa berlaku surat edaran gugus tugas itu, sudah pasti akan berimplikasi pada masyarakat. Bagaimana dengan nasib sopir travel, bagaimana dengan sopir bus antar kota, bagaimana dengan nelayan, bagaimana dengan santri yang mondok diluar daerah, bagaimana dengan pelajar dan mahasiswa asal sumenep yang menempuh studi diluar kota, dan barangkali masih banyak elemen masyarakat yang terdampak kebijakan tak berbatas waktu itu.

Baca Juga..!  Soal Penetapan Paslon Bupati Dan Wakil Bupati Terpilih, Berikut Keterangan KPU Sumenep

Padahal, semua orang mafhum, esensi kebijakan apapun, substansi dari regulasi apapun, seyogyanya dibuat untuk meringankan beban masyarakat, bukan sebaliknya, makin melemahkan kondisi ekonomi masyarakat terlebih dalam situasi pandemi COVID-19. Sebuah kondisi yang harusnya tak terjadi, bila penyusun konsep Surat Edaran itu lebih teliti.

Sebuah aturan atau kebijakan apapun, lazimnya disusun setelah melalui kajian yang matang. Harus ada pertimbangan terhadap dampak sosial ekonomi, etika dan moral serta ketertiban umum. Intinya, regulasi bukan soal pasal dan ayat saja. Regulasi harus dibuat berdasarkan hasil analisa cermat atas dampak yang pasti dan mungkin timbul setelah kebijakan itu diimplementasikan di lapangan. Namun, dalam konteks Surat Edaran Gugus Tugas Sumenep, hal itu tak terjadi. Sungguh sebuah ironi.

(Msr)

Facebook Comments