Legalitas Pengelolaan Dana Participating Interest PT. Kangean Energi Indonesia oleh PD Sumekar

Oleh Darul Hasyim Fath
Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Sumenep

Sumenep | Jatim, suaramedia.id – Persoalan pengelolaan dana Participating Interest (PI) sebetulnya tidak ruwet. Disamping mekanismenya telah jelas, status pengelolaannya pun bersifat opsional. Dalam arti, bergantung sepenuhnya pada kemampuan dan kemauan daerah.

Lebih jelasnya, pengelolaan PI bukan kewajiban melainkan hak daerah. Jadi, daerah bisa ikut berpartisipasi dengan menyetor modal 10 % dari total biaya produksi migas, atau tak ikut sama sekali. Misalnya karena tak cukup modal APBD atau tak ada BUMD yang punya nalar mumpuni dalam bisnis migas.

Penunjukan PD Sumekar Sebagai Pengelola Dana PI PT. Kangean Energi Indonesia

Munculnya rumor penunjukan PD Sumekar sebagai BUMD Pengelola dana PI PT. Kangean Energy Indonesia (KEI) berawal dari pernyataan mantan Bupati Sumenep, Abuya Busyro Karim yang dimuat updatejatim.net pada 12 Oktober 2018.

Saat itu ia menyatakan “sudah saatnya PI dari PT KEI dikelola Pemkab Sumenep melalui PD Sumekar sebagai perusahaan yang berada di bawah naungan Badan Usaha Milik Daerah”.

Sayangnya, saat itu, perusahaan plat merah ini sedang diambang kebangkrutan. Bidang usaha apoteknya tutup karena mengalami kerugian mencapai 700 juta, berhutang 500 juta dan minus kekayaan 12 juta (radarmadura.id, 27 September 2017)

Dengan kondisi tersebut mustahil rasanya meneruskan rencana penyerahan pengelolaan 10 % dana PI PT. KEI kepada PD Sumekar. Sementara PT. Wira Usaha Sumekar sendiri saat itu telah mengelola dana PI PT. Santos Madura Offshore sehingga secara regulasi tidak boleh mengelola dana PI PT. KEI.

Publik saat itu pun pasti dapat membaca pertimbangan Bupati Sumenep ketika mewacanakan penunjukan PD Sumekar sebagai pengelola PI PT. KEI. Sampai pada 9 Februari 2021 kemarin, Bupati Sumenep mengangkat Dirut baru PD Sumekar sehingga persoalan pengelolaan 10 % dana PI PT. KEI kembali mencuat menjadi perbincangan publik.

Baca Juga..!  Pansus I DPRD Sumenep Catat Sejarah, 12 Ormas Dilibatkan dalam Pembahasan Raperda

Legalitas PD. Sumekar sebagai Pengelola PI

Persoalan legalitas BUMD sebagai pengelola PI berkaitan erat dengan landasan hukum yang dapat dipakai sebagai dasar justifikasi penunjukan PD Sumekar.

Sayangnya, Pasal 3 dan Pasal 4 Perda Nomor 17 Tahun 2001 tentang susunan organisasi dan pengelolaan PD Sumekar sama sekali tak mencantumkan tugas dan fungsi yang berkaitan langsung dengan keikutsertaan perusahaan plat merah tersebut dalam pertambangan minyak dan gas bumi.

Pasal 3
PD Sumekar mempunyai tugas pokok memberikan pelayanan sebaik-baiknya guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mengembangkan dan memelihara kelestarian perusahaan, meningkatkan kesejahteraan karyawan serta memberikan jasa kepada daerah sesuai ketentuan peraturan yang berlaku.

Pasal 4
Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, PD Sumekar mempunyai fungsi :
a. menggali dan memanfaatkan potensi daerah dalam upaya memberikan kesejahteraan masyarakat;
b. mengembangkan, memajukan dan memelihara kelestarian perusahaan;
c. berupaya untuk mencari peluang usaha guna peningkatan dan kemajuan perusahaan;
d. meningkatkan kesejahteraan karyawan agar lebih berdayaguna dan berhasilguna secara optimal dalam meningkatkan pengabdiannya bagi kepentingan masyarakat luas;
e. menyusun dan membuat laporan kepada Bupati mengenai pelaksanaan tugasnya;
d. melaksanakan tugas lain yang diberikan Bupati.

Alhasil, penunjukan PD Sumekar tak memiliki landasan hukum yang jelas. Bahkan, bisa dikatakan error in persona.

Demikian pula halnya dengan eksistensi PT. Petrogas Jatim Sumekar (PJS) yang disebut oleh Dirut PD Sumekar, Moh. Riyadi, sebagai anak perusahaan yang akan mengelola10% Dana PI PT. KEI (madurazone.com, 19 Februari 2021) juga patut dipertanyakan legalitas pendiriannya atas dasar tiga pokok pemikiran.

Pertama, sebagai BUMD, PD Sumekar tak punya tugas dan fungsi keikutsertaan dalam pengelolaan minyak dan gas bumi. Sementara Pasal 3 huruf c Permen ESDM Nomor 37 Tahun 2016 mensyaratkan BUMD tidak melakukan kegiatan usaha selain pengelolaan PI.

Baca Juga..!  Tokoh Pemuda Dan Kyai Nu Geram "Jangan Jadikan Banyuwangi Jadi Kota Wisata Birahi"

Oleh karena itu, dapat dikatakan PD Sumekar tak punya legal standing untuk membentuk anak perusahaan pengelola dana PI. Berbeda dengan PT. Petrogas Jatim Utama (PJU) sebagai BUMD yang khusus didirikan Pemprov Jatim dengan bidang usaha pengelolaan minyak dan gas bumi.

Kedua, Pasal 3 huruf a angka 2 Peraturan Menteri ESDM Nomor 37 Tahun 2016 tentang ketentuan penawaran PI 10 % pada wilayah kerja minyak dan gas bumi, telah mengatur jika bentuk BUMD berupa Perseroan Terbatas, maka sahamnya minimal 99 % dimiliki oleh pemda dan sisa kepemilikan sahamnya terafiliasi seluruhnya dengan pemda. Untuk itu dapat dipertanyakan, apakah perjanjian kerjasama pembentukan PT. PJS telah mencantumkan klausul komposisi kepemilikan saham tersebut? Hal ini harus diterangkan ke publik.

Ketiga, jika benar telah terjadi kesepakatan kerjasama investasi pengelolaan 10% dana PI PT. KEI antara PD. Sumekar dan PT. PJU dengan membentuk PT. PJS, maka seharusnya melalui mekanisme persetujuan DPRD seperti diatur dalam Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 19 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2018 tentang Kerjasama Daerah.

Pasal 6 ayat (2)
Persetujuan Dewan perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e diberikan dalam hal rencana KSDD membebani masyarakat dan daerah dan/atau pendanaan KSDD belum teranggarkan dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah tahun anggaran berjalan.

Pasal 19 ayat (1)
Ketentuan mengenai tahapan dan dokumen kerjasama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 berlaku secara mutatis mutandis terhadap tahapan dan dokumen kerja sama dalam penyelenggaraan KSDPK.

Dengan tiga argumen diatas, maka sebetulnya kesepakatan pendirian PT. PJS tidak memenuhi syarat objektif dan syarat subjektif sahnya suatu perjanjian, sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Oleh karena itu, perjanjian kerjasama pendirian PT. PJS tersebut dapat dibatalkan karena tak memenuhi syarat subjektif. Atau, batal demi hukum karena melanggar syarat objektif sahnya suatu perjanjian.

Facebook Comments