Kenakalan Remaja Tidak Hanya Selesai Dengan Nasihat/Ceramah, Namun Melalui Ajaran yang Positif, Kreatif dan Inovatif

Oleh : Ahmad Basori (Pemerhati Sosial Politik) – Bagian Pertama

TANGERANG | BANTEN, Suaramedia.id –
Saat saya masih duduk di bangku SMA ada seorang guru pelajaran Aqidah-Akhlak yang menyuguhkan pembahasan menarik tentang masalah kenakalan remaja.

Menariknya, guru saya itu memberikan solusi terhadap kenakalan remaja dengan kreatif dan inovatif. Menurutnya, kenakalan remaja tidak selesai hanya dengan nasihat, ceramah, bujukan bahkan amukan. 

Guru yang selalu mengenakan peci hitam itu memulai materi pelajaran dengan menceritakan pengalaman yang terjadi di kampungnya sendiri.

Tepatnya sekitar tahun 90-an, guru yang juga menjabat sebagai kepala sekolah itu  balik kampung setelah selesai kuliah di luar negeri. Saat itulah, beliau melihat kondisi remaja di kampungnya sedang tidak baik-baik saja. 

Di pinggir dan prapatan  jalan, di tempat-tempat sunyi remaja nongkrong siang malam, ngerokok, mabok bahkan narkoba. Kenyamanan kampung terganggu dan tingkat kriminalitas (pencurian) cukup tinggi.  

Kondisi itu membuatnya sedih dan prihatin, awalnya ia menyalahkan masyarakat disana yang terkesan membiarkan. 

Namun setelah ditelusuri, mereka itu sebenarnya tidak salah juga. Karena  segala upaya telah dilakukannya, baik dengan cara lembut maupun cara yang keras. Semua itu sudah dilakukan namun hasilnya nihil. 

Pernah suatu hari terjadi sebuah peristiwa, remaja itu ditegur oleh tokoh setempat karena sudah tengah malam berisik sekali main gitarnya. Keesokan harinya rumah tokoh masyarakat di lempari batu, kaca jendela pecah. Keluarga tokoh itu ketakutan dan mengungsi sementara di rumah saudaranya.

Saat itulah guru yang murah senyum itu memutar otak, bagaimana masalah kenakalan remaja ini dapat teratasi di kampungnya. 

Dalam renungannya beliau terinspirasi dari perkataan Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah “Jika dirimu tidak disibukkan dengan hal-hal yang baik, PASTI akan disibukkan dengan hal-hal yang batil”

Baca Juga..!  Ciptakan Generasi Penerus yang Mandiri dan Berkarakter, Ini yang Dilakukan LPKA I Tangerang

Maka saat itu, beliau mengajak masyarakat untuk kerja bakti. Memotong rumput lapangan bola yang berada di belakang rumahnya. Dibuatkan tiangnya, dibelikan bola dan kostumnya. Semuanya difasilitasi agar para remaja di kampungnya dapat bermain bola.

Bagi remaja, bermain bola merupakan hobi yang menyenangkan. Mereka rela bergadang sampai pagi nonton tv, hanya demi melihat tim kesukaannya bertanding. 

Mereka bermimpi dapat selebrasi saat mencetak gol. Mereka bermimpi bisa menjadi pemain sepak bola nasional bahkan internasional.

Saat mereka diajak untuk bermain sepak bola rupanya mereka tidak ada yang menolak. Bersedia tiap sore berlatih dan bertanding sepak bola. Mereka begitu senang dan gembira, hobi mereka dapat tersalurkan. 

Biasanya sore hari mereka nongkrong dan melakukan kebiasaan buruk, kini mereka bermain bola. Malam harinya, hanya segelintir saja yang nongkrong, mereka lebih awal tidurnya karena kecapean main bola.

Di lapangan bola mereka terlihat membaur dengan remaja lain yang bukan anggota tongkrongan. Jarak antara mereka dengan masyarakat semakin dekat. Mereka tidak lagi menganggap orang yang di luar komunitasnya itu sebagai ancaman.

Berbaurnya mereka dengan remaja lain yang baik, guru, ustszd bahkan tokoh di lapangan bola menjadi terbukanya komunikasi diantara mereka. 

Dampaknya mereka menjadi penurut dan menghormati guru Aqidah-Akhlak saya itu. Anggota tongkrongan mereka berantakan dan terpecah, mereka tidak sempat lagi nongkrong karena sibuk main bola. Lambat laun akhirnya mereka total meninggalkan aktivitas buruknya itu.

Setelah mereka dapat meninggalkan kegiatan buruknya. Mereka dipercaya menjadi panitia Maulid Nabi oleh pengurus masjid. Mereka mencari dana, diberi tugas untuk sambutan panitia dan tampilan sholawat. Mereka berhasil mengadakan acara maulid Nabi dengan baik dan sempurna. 

Baca Juga..!  Dr Nurdin : Anggota IKAPTK Harus Lebih Pro-aktif

Di akhir acara, orang tua mereka memeluk erat guru saya itu, meneteskan air mata dan mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga tutupnya.

(Bas – Zk’75)

Facebook Comments