Kemuliaan Seorang Dapat Terlihat Dari Ketenangannya Dalam Mengendalikan Amarah

Oleh : Ahmad Basori.

KOTA TANGERANG | BANTEN – suaramedia.id, Karena disaat manusia meluapkan amarahnya dengan membabi buta maka disitulah manusia telah menurunkan derajatnya menjadi lebih rendah daripada binatang.

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering melihat dijalan raya, hanya karena masalah sepele, terserempet motor seseorang saling melontarkan kata-kata yang kasar,berkelahi bahkan sampai bunuh-bunuhan.

Suami istri disaat berkelahi seringkali meluapkan emosinya dengan mengeluarkan kata-kata kasar,kotor, menampar, memukul, mengabsen penghuni kebun binatang bahkan tidak sedikit pula ufo (baca;piring) berterbangan menyasar siapa saja yang ada dihadapanya.

Di masyarakat antar tetangga , antar kampung, perkelahian dan tawuran tak terhindarkan hanya karena permasalahan yang sepele yang sebenarnya bisa diselesaikan di warung kopi

Disaat amarah berada dalam puncak tertingginya manusia telah menutup akal sehat dan hati nuraninya. Pemimpin terdepan adalah hawa nafsu untuk menjatuhkan lawan yang dihadapannya. Dendam kesumat merasukinya di saat tidak mampu memukul KO lawannya.

Agama yang menjadi panduan dan petunjuk dalam bersikap dan bertindak tidak lagi menjadi pedoman. Semua di seruduk bagai banteng mengamuk.

Dalam tradisi priyayi di jawa kita akan melihat budaya halus dalam bertutur maupun meluapkan amarahnya.

Untuk mengetahui amarah mereka  cukup di ketahui dari rawut wajahnya saja. Tidak perlu menunggu sampai mereka berkata kasar, merendahkan,melecehkan bahkan melukai fisik.

Peristiwa dakwah nabi Muhammad SAW ke thaif yang disambut dengan pelecehan, umpatan,penghinaan yang diluapkan dengan kata-kata kotor bahkan lemparan batu yang membuat Nabi terluka.

Lalu apakah nabi membalas penduduk thaif? Nabi tidak membalasnya meskipun telah ditawarkan oleh malaikat jibril untuk menimpahkan gunung kepada masyarakat thaif.

Dengan kehalusan jiwa dan kelembutan hati perilaku yang tidak menyenangkan bahkan menyakiti dibalas oleh nabi dengan doa. 

Baca Juga..!  Panwascam Curug berikan BIMTEK PTPS dibagi Tiga Sesi

Mengendalikan amarah bukanlah persoalan yang mudah. Karena amarah itu sangat erat kaitannya dengan harga diri yang terhina atau martabat yang di rendahkan. Diperlukan kedalaman ilmu, agama, kebersihan hati dan pengalaman dalam mengendalikannya. 

Seseorang akan meluapkan amarah yang berlebih disaat harga diri  dan martabatnya terganggu. Almarhum bapak saya pernah menasehati tentang masalah harga diri ini.

Menurutnya orang yang berkelahi itu karena salah satunya tidak ada yang mau mengalah. Karena saat dia mengalah maka disitulah harga dirinya tercabik-cabik. Dalam pikirannya akan menggunakan berbagai cara agar lawannya jatuh bertekuk lutut. Saat tidak berhasil maka dendam kesumat yang merasuki dalam jiwa dan tubuhnya. 

Almarhum bapak saya berpesan hakikat manusia adalah makhluk yang diciptakan dari tanah yang berada dibawah dan selalu di injak-injak. Lalu kenapa marah saat di hina atau dicaci maki? Kalau marah, jawabnya karena mereka menganggap dirinya lebih mulia daripada tanah.

Hinaan itu adalah cerminan diri kita sesungguhnya. Karena diri kita hanya mampu menilai yang baik-baiknya saja. Buruknya kita tidak mampu menilai, hanya orang yang membenci dan memusuhi kitalah yang mampu menilai keburukukan kita. Maka ucapkanlah terima kasih kepada orang yang menghina kita. Tidak usah marah atau mengamuk bagai sapi korban. 

Selain harga diri Persoalan lainnya yang memicu amarah adalah ketidakmampuan diri dalam mengendalikan amarah disaat banyak permasalahan yang menggelayuti isi kepala.

Disaat anda tidak memiliki masalah yang besar di kantor mungkin anda akan mudah menahan amarah kepada istri anda yang melakukan kesalahan atau prilaku anak yang menjengkelkan.

Seorang guru bisa jadi mampu menahan amarah ketika menghadapi muridnya yang melecehkannya. Disaat tidak ada masalah keluarga yang menggelayutinya.

Baca Juga..!  Raker Da'i Kamtibmas, Kapolres : Tokoh Agama Ujung Tombak Pembawa Pesan Damai di Masyarakat Menghadapi Pemilu 2024

Kebanyakan manusia tidak mampu mengendalikan amarahnya disaat bersamaan isi kepalanya yang dihinggapi masalah hutang yang belum terbayar, saat isi kepala di suguhkan penjualan barang dagangan yang drastis menurun. Disaat tanggal tua datang, beras pun tidak mampu dibeli. Disaat tekanan pekerjaan yang begitu berat. 

Maka disitulah ujian sesungguhnya kematangan seseorang dalam mengendalikan amarah. Dia mampu mengendalikan amarah dan tetap tenang disaat isi kepalanya di gelayuti masalah-masalah besar dan berat. 

Untuk masalah ini Agama Islam mengajarkan kita untuk tidur atau berwudhu disaat amarah memuncak. Banyak berzikir dan beristigfar agar amarah terkendali.

Kemuliaan seseorang itu di uji bagaimana reaksinya dalam meluapkan amarah. Disaat dia tidak mampu mengendalikan amarahnya maka dialah orang yang lemah dan kalah. Disaat dia mampu mengendalikan amarahnya maka dialah orang yang kuat dan memenangkan pertarungan. Menang dari dari amukan api amarah yang membakar apa saja yang ada dihadapannya.

(ZK’75)

Facebook Comments