DPT adalah Kewenangan KPU

JAKARTA, suaramedia.id – Berkaitan dengan pernyataan Direktur Komunikasi dan Media Badan Pemenangan Nasional (BPN) pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Hashim Djojohadikusumo, Senin (1/4/2019), yang menyatakan: Mendagri Tjahjo Kumolo cenderung tidak netral pada Pilpres 2019, Dirjen Dukcapil Zudan Arif Fakrulloh merasa prihatin karena Pak Hashim menyebut Mendagri Tjahjo Kumolo tidak netral. “Padahal di dalam pernyataan itu yang diserang saya. Barang kali Pak Hashim belum baca Undang-Undang Pemilu, dan PKPU Nomor 11 Tahun 2018 terutama Pasal 7 ayat (1) dan (2),” kata Zudan saat diskusi bertema “DPT Bermasalah Ancaman Legitimasi Pilpres” di Sekretariat Nasional Prabowo-Sandi di Jakarta Pusat, Selasa (2/4/2019).

Berdasarkan Undang-Undang Pemilu Nomor. 7 Tahun 2017 dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 11 Tahun 2018 Tentang Penyusunan Daftar Pemilih di Dalam Negeri, diatur bahwa penyusunan dan penetapan Data Pemilih Tetap (DPT) merupakan kewenangan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Dalam konteks ini, Pemerintah melalui Kemendagri berdasarkan Undang-Undang Pemilu bertugas menyusun Data Agregat Kependudukan Per Kecamatan (DAK2) dan Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4). DAK2 dan DP4 tersebut telah diserahkan oleh Mendagri kepada Ketua KPU pada tanggal 15 Desember 2017.

Karena itu, sebetulnya tugas Kemendagri sudah selesai 95 persen dan sisanya tinggal 5 persen adalah membantu pemutakhiran berkelanjutan atas permintaan KPU.

Pemutakhiran data berkelanjutan hingga Hari H pencoblosan dapat dilakukan untuk memastikan jumlah pemilih yang meninggal, masuk atau pensiun dari TNI/Polri, penduduk yang berpindah, baru mendapatkan KTP elektronik, dan lainnya.

Meski demikian, pemutakhiran data tidak bisa dilakukan secara sepihak oleh Kemendagri. Permintaan update data harus dari KPU. Nantinya KPU dan Dinas Dukcapil Kabupaten dan Kota akan bekerja sama menyelesaikan persoalan ini.

Baca Juga..!  Kapolri Instruksikan Jajarannya Bantu Program Pemerintah Turunkan Angka Stunting

Dengan demikian Kemendagri telah melaksanakan tugas secara konstitusional berdasarkan undang-undang, termasuk Mendagri Tjahjo Kumolo dalam menyukseskan Pemilu 2019 telah bekerja profesional, objektif, netral dan tidak memihak.

Mendagri tak boleh cawe-cawe jika tak diminta KPU. Jadi tudingan Pak Hashim agar Kemendagri menghapus DPT itu tidak pada tempatnya.

Terkait tudingan BPN Prabowo-Sandiaga yang mengklaim menemukan 17,5 juta DPT bertanggal lahir sama di 1 Juli, 31 Desember, dan 1 Januari dapat dijelaskan sebagai berikut:

Kebijakan tentang tanggal lahir 31 Desember dan 1 Juli sudah berlangsung lama diawali sejak tahun 1977 dengan Peraturan Mendagri Nomor 88 Tahun 1977. Saat itu database masih bersifat manual, dan tidak bisa dipertahankan di zaman teknologi digital yang terus bergerak serba cepat ini.

Maka pada 1995 Kemdagri mengubah sistemnya dengan membangun Sistem Informasi Manajemen Kependudukan (SIMDuk) yang bertahan 9 tahun hingga tahun 2004. Pada 2004 berganti lagi menjadi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK). Ini yang bertahan sampai sekarang.

Perubahan ini sangat mendasar sebagaimana Dukcapil dulu mulai berevolusi di tahun 2004 melalui Keppres Nomor 88 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan, yaitu mengubah Sistem Informasi Manajemen Kependudukan (SIMDUK) menuju SIAK. SIMDUK sendiri dimulai dari 1994 sampai 2004.

Kebijakan tersebut kemudian diperkuat dengan Permendagri Nomor 19 Tahun 2010 tentang Formulir dan Buku yang Digunakan dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.

Jadi kalau banyak penduduk bertanggal lahir 31 Desember dan 1 Juli itu karena Permendagri Nomor 19 Tahun 2010. Inilah konfigurasi sejarah hukum dan perubahan paradigma di dalam administrasi kependudukan yang terus menerus kita sempurnakan.

Sumber : Puspen Kemendagri

Facebook Comments