Bertentangan Dengan UU NO.4 Tahun 2009, Anggota Komisi VII PKS: Meminta Pemerintah Hentikan Ekspor Konsentrat Tambang

JAKARTA | suaramedia.id – Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), Mulyanto minta Pemerintah segera menghentikan izin ekspor konsentrat tambang. Lantara di nilai kebijakan pemerintah yang memberikan izin ekspor konsentrat bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 4, Tahun 2009, tentang Pertambangan Minerba.

Dalam Pasal 103 ayat 1, Undang-Undang Nomor 4, Tahun 2009, mengamanatkan setiap perusahaan tambang harus melakukan pengolahan dan pemurnian hasil tambang di dalam negeri sebelum diekspor. Hal ini ditetapkan sebagai upaya memberi nilai tambah produk ekspor sekaligus membuka lapangan kerja baru di dalam negeri.

“Pemerintah harus berani menghentikan ekspor konsentrat tambang. Sebab semua sudah diatur dalam undang-undang dan Peraturan Pemerintah, termasuk soal jangka waktu kompensasi penerapan kebijakan ini,” tegas Mulyanto di Gedung DPP FPKS, Jl. TB Simatupang, Jakarta Selatan. Senin (16/3/2020).

Wakil Ketua Fraksi PKS Bidang Industri dan Pembangunan ini menilai selama ini Pemerintah terkesan tidak serius melaksanakan Undang-Undang. Bukannya memaksa perusahaan tambang melaksanakan ketentuan, yang ada malah beberapa kali Pemerintah mengeluarkan peraturan yang mengizinkan perpanjangan ekspor konsentrat.

Mulyanto mencontohkan, terhadap PT. Freeport Indonesia, Pemerintah begitu longgar menerapkan larangan ekspor konsentrat. Sejak ada peraturan pelarangan ekspor konsentrat tahun 2014 Pemerintah terbukti beberapa kali memberikan izin. Alasannya proses pembangunan smelter yang belum selesai.

Menurut Mulyanto, harusnya Pemerintah mendorong Freeport mempercepat proses pembangunan smelter bukan malah memperlonggar izin ekspor.

Freeport Indonesia sendiri sudah mengoperasikan fasilitas pemurnian tembaga pertama di Indonesia yang mampu mengolah 300 ribu ton/tahun atau sebesar 40% dari total produksi konsentrat tembaga. Sementara sebanyak 60% lainnya diekspor dalam kondisi mentah.

Adapun pembangunan smelter baru untuk mengolah sisa konsentrat tembaga yang selama ini diekspor dalam bentuk mentah tersebut baru terealisasi sebesar 4,8%.

Baca Juga..!  Andrigo-Defit, 2 Penyanyi Andalan Nagaswara Akan Ramaikan Malam Anugerah SMSI 2023

Dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Freeport mentargetkan pembangunan smelter baru akan selesai tahun 2023. Waktu yang sangat lama menurut Mulyanto.

Sebab jika dihitung sejak adanya ketentuan pelarangan ekspor tembaga mentah tahun 2014, harusnya di tahun 2020 atau 6 tahun setelah kebijakan tersebut ditetapkan, semua pabrik pengolahan konsentrat sudah siap.

Untuk itu Pemerintah harus mengawal kesiapan perusahaan membangun smelter. Jika perlu dibuat satgas khusus untuk mengawasi perkembangan proses pembangunan smelter agar target waktu pembangunan sesuai dengan rencana.

“Proses pembangunan smelter jangan dilepas begitu saja. Sebab semakin lama pembangunan ini selesai maka semakin banyak potensi pendapatan negara yang hilang. Kalau terus seperti ini maka wajar kalau DPR menduga ada kepentingan pihak tertentu yang ingin mencari keuntungan dari proses mengulur-ulur waktu pembangunan smelter. Untuk itu Revisi UU Pertambangan Minerba, jangan sampai mengulangi kesalahan UU sebelumnya, terkait hilirisasi ini,” tandas Mulyanto.

(Ksh/Red)

Facebook Comments